background img

The New Stuff

Gunung Inerie, adalah gunung tertinggi dari sekian banyak gunung yang berada di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, Flores. Gunung ini memiliki ketinggian 2.245 meter diatas permukaan laut, yang berbentuk seperti kerucut.

Gunung Inerie, Kabupaten Ngada, Bajawa, NTT, Flores
               Jika ingin mendaki gunung ini, titik awal pendakian berada di desa Watumeze yang berjarak sekitar 30 menit ditempuh dari Bajawa. Pendakian yang berawal dari desa Watumeze sampai ke puncak gunung ini, dapat memakan waktu tiga jam. Jika sudah sampai ke puncak Gunung Inerie, dapat terlihat pemandangan kota Bajawa, laut Sawu, dan hutan-hutan yang masih hijau rindang di wilayah Kabupaten Ngada, Bajawa.
sumber : http://maria-fallen.blogspot.com/2014/05/beberapa-objek-wisata-menarik-di.html

Gunung Inerie

Gunung Inerie, adalah gunung tertinggi dari sekian banyak gunung yang berada di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, Flores. Gunung ini memiliki ketinggian 2.245 meter diatas permukaan laut, yang berbentuk seperti kerucut.

Gunung Inerie, Kabupaten Ngada, Bajawa, NTT, Flores
               Jika ingin mendaki gunung ini, titik awal pendakian berada di desa Watumeze yang berjarak sekitar 30 menit ditempuh dari Bajawa. Pendakian yang berawal dari desa Watumeze sampai ke puncak gunung ini, dapat memakan waktu tiga jam. Jika sudah sampai ke puncak Gunung Inerie, dapat terlihat pemandangan kota Bajawa, laut Sawu, dan hutan-hutan yang masih hijau rindang di wilayah Kabupaten Ngada, Bajawa.
sumber : http://maria-fallen.blogspot.com/2014/05/beberapa-objek-wisata-menarik-di.html

Kampung Bena
        Kampung Bena, adalah salah satu perkampungan Megalitikum. Kampung ini terletak di Kabupaten Ngada, Flores, provinsi Nusa Tenggara Timur. Kampung ini tepatnya terletak di desa Tiwuriwu, Kecamatan Jerebu, kabupaten Ngada. Jarak kampung ini dari pusat kota Bajawa sekitar 19km. Letak kampung ini berada di kaki gunung Inerie. Masyarakat di Kampung Beda percaya bahwa gunung adalah tempat dewa. Dan mereka meyakini keberadaan Yeta. Yeta adalah dewa yang bersinggasana di gunung tersebut yang telah melindungi kampung mereka.
Bentuk kampung ini memanjang, dan memiliki kontur tanah yang miring. Pintu masuk kampung berada di arah utara. Dan di arah selatan merupakan puncak dan tebing yang terjal. Letak rumah - rumah pada kampung ini berhadap - hadapan dalam dua barisan. Pada awalnya hanya ada satu suku dikampung ini yaitu suku Bena. Perkawinan dengan suku lain akhirnya melahirkan suku - suku baru yang membentuk keseluruhan penduduk kampung Bena. Hal ini terjadi karena penduduk Kampung Bena menganut sistem kekerabatan (matriarkat). Sekarang, ada kurang lebih 40 rumah yang telah dihuni oleh 9 suku yaitu, :
Kampung Bena
                         1. Suku Bena
                         2. Suku Dizi
                         3. Suku Dizi Azi
                         4. Suku Wahto
                         5. Suku Deru Lalulewa
                         6. Suku Deru Solamae
                         7. Suku Ngada
                         8. Suku Khopa
                         9. Suku Ago
               

Rumah di kampung ini mempunyai bentuk yang seragam. Dari dinding yang terbuat dari kayu dan bambu, sampai ke atap yang tinggi yang terbuat dari ijuk. Di tengah kampung terdapat beberapa bangunan yang mereka sebut sebagai Bhaga dan Ngadhu. Bangunan Bhaga ialah bangunan yang berbentuk mirip pondok kecil (tanpa penghuni). Sedangkan Ngadhu, adalah bangunan bertiang tunggal dan beratap serat ijuk hingga bentuknya menjadi seperti pondok peneduh. Tiang Ngadhu berasal dari kayu khusus yang keras yang berfungsi sebagai tiang gantungan saat sedang mengadakan pesta adat.
Ngadhu

Batu Megalitikum

Di tengah lapangan, terdapat juga sebuah lapangan terbuka yang terdapat batu-batu Megalitikum yang merupakan makam para leluhur. Selain, kedua bangunan tersebut, ada bangunan lainnya seperti, Sakalobo. Sakalobo adalah rumah keluarga inti pria, yang telah ditandai dengan adanya patung pria yang sedang memegang parang dan busur panah di atas rumah itu. Dan, Sakapu'u, merupakan rumah keluarga inti perempuan. Pada bagian depan beberapa rumah, dipajang tanduk kerbau dan rahang babi. Ini menandakan bahwa keluarga yang menempati rumah yang telah dipajangi dengan  tanduk kerbau telah berbuat suatu kebaikan untuk orang miskin. Sedangkan rahang babi menunjukan babi yang telah dipotong untuk digunakan pada upacara Kasao. Kasao sendiri adalah upacara pembuatan rumah yang digunakan oleh Kampung Bena.
           
Kaum Wanita Kampung Bena sedang menenun
Penduduk kampung Bena  termasuk ke dalam suku Bajawa. Saat ini, mayoritas penduduk di kampung tersebut adalah agama penganut agama Katolik. Pada umumnya mereka bermata pencaharian sebagai peladang/ petani. Bagi kaum wanita, masih ditambah dengan bertenun. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani selalu menggelar pesta adat Reba dalam setiap tahunnya. Reba merupakan suatu pesta adat yang diadakan pada bulan Desember atau Januari, untuk melakukan syukuran atas apa yang telah diperoleh masyarakat kampung tersebut dalam satu tahun. Serta, masyarakat juga memohon keberhasilan pada masa mendatang. Selain untuk mewujudkan syukur kepada Tuhan, Reba juga sekaligus sebagai ritual untuk menghormati nenek moyang. Pada saat prosesi Reba berlangsung, semua anggota keluarga berkumpul dalam sebuah rumah adat dan harus memakai pakaian adat Kampung Bena.
               Kampung Bena, belum pernah tersentuh teknologi. Arsitektur bangunan masih sangat sederhana. Kampung Bena diperkirakaan telah ada sejak 1.200 tahun yang lalu, berdasarkan catatan yang ada pada menurut catatan pemerintah Kabupaten Ngada. Mereka masih dengan teguh untuk memegang adat istiadat yang telah diwariskan oleh nenek moyang. 
               Masyarakat di Kampung Bena tidak mengeksploitasi lingkungannya yang berupa lahan pemukiman dibiarkan sesuai kontur asli tanah di daerah itu yaitu tanah berbukit.
           Kampung Bena berbentuk seperti perahu, yang menurut kepercayaan zaman megalitikum perahu dianggap punya kaitan dengan wahana bagi arwah untuk menuju ke tempat tinggalnya. Perahu ini mempunyai nilai kerjasama, gotong royong, dan kerja keras yang telah para leluhur contohkan saat mereka menaklukkan alam, dan mengarungi lautan untuk sampai ke Bena. 
               Jika ingin mengunjungi Kampung Bena, pengunjung tidak dikenakan biaya masuk. Para pengunjung hanya diminta untuk mengisi buku tamu yang  telah disediakan, dan memberikan donasi seiklasnya kepada kampung tersebut, yang nantinya donasi yang telah terkumpul akan digunakan untuk pemeliharaan kampung agar segala budaya dan adat istiadat Kampung Bena dapat terjaga. Karena hal ini, pantaslah Kampung Bena dicalonkan untuk menjadi Situs Warisan Dunia (UNESCO) pada tahun 1995.
sumber : http://maria-fallen.blogspot.com/2014/05/beberapa-objek-wisata-menarik-di.html

Kampung Bena

Kampung Bena
        Kampung Bena, adalah salah satu perkampungan Megalitikum. Kampung ini terletak di Kabupaten Ngada, Flores, provinsi Nusa Tenggara Timur. Kampung ini tepatnya terletak di desa Tiwuriwu, Kecamatan Jerebu, kabupaten Ngada. Jarak kampung ini dari pusat kota Bajawa sekitar 19km. Letak kampung ini berada di kaki gunung Inerie. Masyarakat di Kampung Beda percaya bahwa gunung adalah tempat dewa. Dan mereka meyakini keberadaan Yeta. Yeta adalah dewa yang bersinggasana di gunung tersebut yang telah melindungi kampung mereka.
Bentuk kampung ini memanjang, dan memiliki kontur tanah yang miring. Pintu masuk kampung berada di arah utara. Dan di arah selatan merupakan puncak dan tebing yang terjal. Letak rumah - rumah pada kampung ini berhadap - hadapan dalam dua barisan. Pada awalnya hanya ada satu suku dikampung ini yaitu suku Bena. Perkawinan dengan suku lain akhirnya melahirkan suku - suku baru yang membentuk keseluruhan penduduk kampung Bena. Hal ini terjadi karena penduduk Kampung Bena menganut sistem kekerabatan (matriarkat). Sekarang, ada kurang lebih 40 rumah yang telah dihuni oleh 9 suku yaitu, :
Kampung Bena
                         1. Suku Bena
                         2. Suku Dizi
                         3. Suku Dizi Azi
                         4. Suku Wahto
                         5. Suku Deru Lalulewa
                         6. Suku Deru Solamae
                         7. Suku Ngada
                         8. Suku Khopa
                         9. Suku Ago
               

Rumah di kampung ini mempunyai bentuk yang seragam. Dari dinding yang terbuat dari kayu dan bambu, sampai ke atap yang tinggi yang terbuat dari ijuk. Di tengah kampung terdapat beberapa bangunan yang mereka sebut sebagai Bhaga dan Ngadhu. Bangunan Bhaga ialah bangunan yang berbentuk mirip pondok kecil (tanpa penghuni). Sedangkan Ngadhu, adalah bangunan bertiang tunggal dan beratap serat ijuk hingga bentuknya menjadi seperti pondok peneduh. Tiang Ngadhu berasal dari kayu khusus yang keras yang berfungsi sebagai tiang gantungan saat sedang mengadakan pesta adat.
Ngadhu

Batu Megalitikum

Di tengah lapangan, terdapat juga sebuah lapangan terbuka yang terdapat batu-batu Megalitikum yang merupakan makam para leluhur. Selain, kedua bangunan tersebut, ada bangunan lainnya seperti, Sakalobo. Sakalobo adalah rumah keluarga inti pria, yang telah ditandai dengan adanya patung pria yang sedang memegang parang dan busur panah di atas rumah itu. Dan, Sakapu'u, merupakan rumah keluarga inti perempuan. Pada bagian depan beberapa rumah, dipajang tanduk kerbau dan rahang babi. Ini menandakan bahwa keluarga yang menempati rumah yang telah dipajangi dengan  tanduk kerbau telah berbuat suatu kebaikan untuk orang miskin. Sedangkan rahang babi menunjukan babi yang telah dipotong untuk digunakan pada upacara Kasao. Kasao sendiri adalah upacara pembuatan rumah yang digunakan oleh Kampung Bena.
           
Kaum Wanita Kampung Bena sedang menenun
Penduduk kampung Bena  termasuk ke dalam suku Bajawa. Saat ini, mayoritas penduduk di kampung tersebut adalah agama penganut agama Katolik. Pada umumnya mereka bermata pencaharian sebagai peladang/ petani. Bagi kaum wanita, masih ditambah dengan bertenun. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani selalu menggelar pesta adat Reba dalam setiap tahunnya. Reba merupakan suatu pesta adat yang diadakan pada bulan Desember atau Januari, untuk melakukan syukuran atas apa yang telah diperoleh masyarakat kampung tersebut dalam satu tahun. Serta, masyarakat juga memohon keberhasilan pada masa mendatang. Selain untuk mewujudkan syukur kepada Tuhan, Reba juga sekaligus sebagai ritual untuk menghormati nenek moyang. Pada saat prosesi Reba berlangsung, semua anggota keluarga berkumpul dalam sebuah rumah adat dan harus memakai pakaian adat Kampung Bena.
               Kampung Bena, belum pernah tersentuh teknologi. Arsitektur bangunan masih sangat sederhana. Kampung Bena diperkirakaan telah ada sejak 1.200 tahun yang lalu, berdasarkan catatan yang ada pada menurut catatan pemerintah Kabupaten Ngada. Mereka masih dengan teguh untuk memegang adat istiadat yang telah diwariskan oleh nenek moyang. 
               Masyarakat di Kampung Bena tidak mengeksploitasi lingkungannya yang berupa lahan pemukiman dibiarkan sesuai kontur asli tanah di daerah itu yaitu tanah berbukit.
           Kampung Bena berbentuk seperti perahu, yang menurut kepercayaan zaman megalitikum perahu dianggap punya kaitan dengan wahana bagi arwah untuk menuju ke tempat tinggalnya. Perahu ini mempunyai nilai kerjasama, gotong royong, dan kerja keras yang telah para leluhur contohkan saat mereka menaklukkan alam, dan mengarungi lautan untuk sampai ke Bena. 
               Jika ingin mengunjungi Kampung Bena, pengunjung tidak dikenakan biaya masuk. Para pengunjung hanya diminta untuk mengisi buku tamu yang  telah disediakan, dan memberikan donasi seiklasnya kepada kampung tersebut, yang nantinya donasi yang telah terkumpul akan digunakan untuk pemeliharaan kampung agar segala budaya dan adat istiadat Kampung Bena dapat terjaga. Karena hal ini, pantaslah Kampung Bena dicalonkan untuk menjadi Situs Warisan Dunia (UNESCO) pada tahun 1995.
sumber : http://maria-fallen.blogspot.com/2014/05/beberapa-objek-wisata-menarik-di.html

Air Terjun Ogi
       Air terjun Ogi terletak di desa Faobata, kecamatan Bajawa, Flores. Air terjun ini sangat mudah dicapai karena sangat dekat dengan Bajawa. Letaknya sekitar 7km dari kota Bajawa. Tetapi karena sedikitnya penunjuk jalan yang ada untuk menuju ke lokasi, para pengunjung disarakan untuk bertanya kepada penduduk setempat untuk memperoleh informasi. Air terjun yang memiliki ketinggian kira-kira 30 meter ini, dikelilingi oleh pepohonan rindang, dan udara yang sejuk, membuat saya sendiri ingin cepat-cepat mengunjunginya.
 
sumber : http://maria-fallen.blogspot.com/2014/05/beberapa-objek-wisata-menarik-di.html


Air Terjun Ogi

Air Terjun Ogi
       Air terjun Ogi terletak di desa Faobata, kecamatan Bajawa, Flores. Air terjun ini sangat mudah dicapai karena sangat dekat dengan Bajawa. Letaknya sekitar 7km dari kota Bajawa. Tetapi karena sedikitnya penunjuk jalan yang ada untuk menuju ke lokasi, para pengunjung disarakan untuk bertanya kepada penduduk setempat untuk memperoleh informasi. Air terjun yang memiliki ketinggian kira-kira 30 meter ini, dikelilingi oleh pepohonan rindang, dan udara yang sejuk, membuat saya sendiri ingin cepat-cepat mengunjunginya.
 
sumber : http://maria-fallen.blogspot.com/2014/05/beberapa-objek-wisata-menarik-di.html



 


                     Pemandian air panas Mengeruda ini, terletak di desa Mengeruda, kecamatan Soa. Untuk mencapainya dibutuhkan waktu 40 menit untuk berkendara. 
Sungai Air Panas Mengeruda
        
Di tempat pemandian ini sudah tersedia bebagai fasilitas untuk para pengunjung/ turis.  Biaya masuk, untuk turis lokal sebesar Rp 2.500, 00/org, dan untuk turis asing biayanya sebesar Rp 5.000,00/org. Ada 2 pilihan tempat pemandian air panas ada yang dikolam renang renang dan di pinggir sungai.  Air di tempat pemandian Air Panas Mengeruda ini memiliki suhu sekitar 40 derajat celsius, dan dipercaya menghilangkan pegal-pegal dan menghilangkan berbagai penyakit kulit karena terdapat kandungan belerang pada air tersebut.
sumber : http://maria-fallen.blogspot.com/2014/05/beberapa-objek-wisata-menarik-di.html
 

Air Panas Mengeruda

 


                     Pemandian air panas Mengeruda ini, terletak di desa Mengeruda, kecamatan Soa. Untuk mencapainya dibutuhkan waktu 40 menit untuk berkendara. 
Sungai Air Panas Mengeruda
        
Di tempat pemandian ini sudah tersedia bebagai fasilitas untuk para pengunjung/ turis.  Biaya masuk, untuk turis lokal sebesar Rp 2.500, 00/org, dan untuk turis asing biayanya sebesar Rp 5.000,00/org. Ada 2 pilihan tempat pemandian air panas ada yang dikolam renang renang dan di pinggir sungai.  Air di tempat pemandian Air Panas Mengeruda ini memiliki suhu sekitar 40 derajat celsius, dan dipercaya menghilangkan pegal-pegal dan menghilangkan berbagai penyakit kulit karena terdapat kandungan belerang pada air tersebut.
sumber : http://maria-fallen.blogspot.com/2014/05/beberapa-objek-wisata-menarik-di.html
 




Kawah Wawomuda
       Kawah ini terletak di dusun Ngoranale, kelurahan Susu, kecamatan Bajawa, kabupaten Ngada. Untuk mencapainya, harus berkendara selama kurang lebih 15 menit dan mendaki gunung dengan berjalan kaki sekitar 30 menit(setengah jam).
         Kawah Wawomuda terbentuk pada tahun 2001 setelah gunung Wawomuda meletus. Setelah meletusnya gunung tersebut, terbentuklah kawah ini. Kawah ini memiliki tiga kawah kecil dengan warna yang berbeda, yaitu kuning, coklat, dan merah kecoklatan. Kawah ini sering pula disebut "Mini Kelimutu", karena perubahan warna pada kawah ini terjadi dari hasil reaksi vulkanis serta mikroorganisme yang ada di air kawah.




sumber :
http://maria-fallen.blogspot.com/2014/05/beberapa-objek-wisata-menarik-di.html

Kawah Wawomuda




Kawah Wawomuda
       Kawah ini terletak di dusun Ngoranale, kelurahan Susu, kecamatan Bajawa, kabupaten Ngada. Untuk mencapainya, harus berkendara selama kurang lebih 15 menit dan mendaki gunung dengan berjalan kaki sekitar 30 menit(setengah jam).
         Kawah Wawomuda terbentuk pada tahun 2001 setelah gunung Wawomuda meletus. Setelah meletusnya gunung tersebut, terbentuklah kawah ini. Kawah ini memiliki tiga kawah kecil dengan warna yang berbeda, yaitu kuning, coklat, dan merah kecoklatan. Kawah ini sering pula disebut "Mini Kelimutu", karena perubahan warna pada kawah ini terjadi dari hasil reaksi vulkanis serta mikroorganisme yang ada di air kawah.




sumber :
http://maria-fallen.blogspot.com/2014/05/beberapa-objek-wisata-menarik-di.html

Bangunan berarsitektur tradisional Ende-Lio menawarkan fasilitas akomodasi dengan harga yang terjangkau bagi wisatawan domestik maupun wisatawan asing yang berlokasi di Moni-Koanara.

SA'O RIA BUNGALOW MONI

Bangunan berarsitektur tradisional Ende-Lio menawarkan fasilitas akomodasi dengan harga yang terjangkau bagi wisatawan domestik maupun wisatawan asing yang berlokasi di Moni-Koanara.


 


Wolotopo, sebuah kampung adat yang dibangun di lereng sebuah bukit dengan pandangan lepas ke laut selatan. Dengan jarak 12 km kearah timur dari Kota Ende, Wolotopo dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua dan roda empat dengan waktu sekitar 30 menit perjalanan.

KAMPUNG ADAT WOLOTOPO

 


Wolotopo, sebuah kampung adat yang dibangun di lereng sebuah bukit dengan pandangan lepas ke laut selatan. Dengan jarak 12 km kearah timur dari Kota Ende, Wolotopo dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua dan roda empat dengan waktu sekitar 30 menit perjalanan.


Memasuki wilayah Detusoko dari desa Wolofeo (29 km arah timur kota Ende) hingga Dusun Ekoleta Desa Wologai (36 km kearah timur) sejauh mata memandang, pandangan kita dimanjakan oleh sektor pertanian dan perkebunan yang diusahakan oleh masyarakat.

SAWAH BERTINGKAT DETUSOKO


Memasuki wilayah Detusoko dari desa Wolofeo (29 km arah timur kota Ende) hingga Dusun Ekoleta Desa Wologai (36 km kearah timur) sejauh mata memandang, pandangan kita dimanjakan oleh sektor pertanian dan perkebunan yang diusahakan oleh masyarakat.

Danau Kelimutu dipopularkan seorang warga Belanda bernama Van Such Telen pada tahun 1915. Keindahannya semakin dikenal luas setelah Y. Bouman melukiskan keindahan dan perubahan warna air danau tersebut dalam tulisannya tahun 1929.
Untuk mencapai lokasi danau,

TAMAN NASIONAL DANAU KELIMUTU

Danau Kelimutu dipopularkan seorang warga Belanda bernama Van Such Telen pada tahun 1915. Keindahannya semakin dikenal luas setelah Y. Bouman melukiskan keindahan dan perubahan warna air danau tersebut dalam tulisannya tahun 1929.
Untuk mencapai lokasi danau,

Tampak depan
Rumah Pengasingan Bung Karno (tampak depan)
Sebuah Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda tertanggal 28 Desember 1933 membuat Bung Karno yang saat itu berusia 35 tahun harus menjalani hukuman pembuangan sebagai tahanan politik di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur.
Di rumah pengasingan ini, Sang Proklamator bersama istrinya Inggit Ganarsih, mertuanya Ibu Amsih, dan dua anak angkatnya Ratna dan Kartika, menghabiskan waktu mereka sebagai tahanan politik. Sempatkan waktu Anda untuk mengunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno selama berkunjung ke Ende. Rumah beratap seng ini berada di daerah Nggobe tepatnya di Jalan Perwira, Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur.
Di sinilah Anda dapat meresapi bagaimana Bung Karno menjalani keseharian hidupnya bersama

RUMAH PENGASINGAN BUNG KARNO

Tampak depan
Rumah Pengasingan Bung Karno (tampak depan)
Sebuah Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda tertanggal 28 Desember 1933 membuat Bung Karno yang saat itu berusia 35 tahun harus menjalani hukuman pembuangan sebagai tahanan politik di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur.
Di rumah pengasingan ini, Sang Proklamator bersama istrinya Inggit Ganarsih, mertuanya Ibu Amsih, dan dua anak angkatnya Ratna dan Kartika, menghabiskan waktu mereka sebagai tahanan politik. Sempatkan waktu Anda untuk mengunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno selama berkunjung ke Ende. Rumah beratap seng ini berada di daerah Nggobe tepatnya di Jalan Perwira, Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur.
Di sinilah Anda dapat meresapi bagaimana Bung Karno menjalani keseharian hidupnya bersama

   
Flores adalah pulau besar yang indah sekaligus menakjubkan. Sedikit orang yang tahu bahwa nama asli pulau ini adalah Nusa Nipa (Pulau Ular). Terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Flores merupakan pulau yang panjang seluas 14.300 km² dan menyimpan rahasia terbaik dunia, menunggu siapapun untuk datang dan menjelajahinya.
Portugis yang mengawali penyebutan Flores, yaitu dari kata Cabo de Flores yang artinya Tanjung Bunga. Penamaan Flores telah ada selama empat abad yang lalu, bahkan berikutnya Pemerintah Hindia Belanda enggan mengubahnya dan bertahan hingga saat ini.

Bersama Alor dan Pantar, Flores merupakan rangkaian dari cincin gunung api di Nusantara dan secara geologis tidak stabil dimana hampir setiap tahun terjadi gempa. Oleh karena itu, Flores adalah salah satu wilayah di Indonesia yang rawan gempa dan hanya dapat ditandingi oleh Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Akan tetapi, di balik geografisnya yang menjadi bagian dari rangkaian gunung api, Flores menyembunyikan keindahannya di balik bayangan hingar bangarnya Bali yang mendunia.
Gunung api berderet terbentang di pulau sepanjang 450 km ini menciptakan bukit-bukit yang membentuk huruf V. Permukaan tanah membumbung berujung tajam memamerkan kemegahan bukit dan kaki gunung dimana di sanalah berdiam berbagai kelompok suku (ama). Warisan budaya dari zaman batu suku di Flores akan mencengangkan siapapun yang datang.
Saat ini banyak wisatawan hanya mengenal Labuan Bajo, lalu berujung pada kunjungan ke Pulau Komodo, Rinca dan Padar. Padahal, ketika Anda disodorkan keajaiban di Taman Nasional Komodo TAMAN NASIONAL DAN DANAU KELIMUTU maka telah menunggu di bagian timur-nya kemegahan dan keindahan Flores yang mengagumkan. Bukan tanah kering dan tandus melainkan bukit, gunung, dan lembah menghijau yang sangat luar biasa.

 

Flores menyuguhkan beragam atraksi yang takan pernah habis. Anda dapat berenang di lautannya yang membiru jernih atau di danau dan air terjun yang masih alami, menyelam di salah satu titik dari 50 tempat bawah air spektakuler, bermain kayak diantara pantai mangrove dan tebing terjal. Di daratnya, Anda dapat  menjelajahi gua misterius dan disambut hangat masyarakat setempat melalui upacara ritual. Budaya dan keramahannya sudah cukup membenamkan kesan mendalam dan kenangan untuk diceritakan sepulangnya nanti.
Nah, apabila itu belum cukup maka Anda dapat menerobos belantara pepohonan dan curamnya bukit untuk melihat langsung kehidupan masyarakat adat dari zaman batu. Ya, desa tradisional di Flores akan terus bertahan dari gerusan zaman yang dapat mencerabutkan nilai-nilai nenek moyang. Di sini dibina kearifan lokal dari rumah adat, cara menenun, meramu makanan, hingga sistem adat kekeluargaan yang amat di junjung tinggi. Itu semua diikat atas dasar kesamaan tempat tinggal atau kampung.
Pulau Flores dikelilingi pantai berpasir putih, bahkan adayang pasir pantainya berwarna pink. Di bawah lautnya Anda akan menemukan kehidupan bawah air paling eksotik di dunia. Menyelaminya akan membawa Anda bertemu mantaray besar, lumba-lumba dan ikan duyung. Untuk waktu tertentu paus dapat dilihat saat bermigrasi melalui pantai timur Flores.
Pulau Flores tidak tersentuh selama berabad-abad, dahulu dihuni manusia dan hewan prasejarah dimana yang kini meninggalkan jejak memfosil. Belakangan, Flores telah menjadi pusat perhatian dunia dengan ditemukannya hobbit flores atau Homo floresiensis, yaitu spesies manusia prasejarah yang ditemukan di Gua Liang Bua.
Di ujung timur Flores, Larantuka terkenal dengan ritual minggu Paskah meneruskan warisan budaya Portugis yang dibawa 500 tahun lalu. Sedangkan di Lembata, penghuni pulau memburu paus dengan menggunakan tangan berbekal tombak, melompat dari perahu kecil lalu menghujamkannya ke tubuh paus.

 
Sumber : http://www.indonesia.travel/id/destination/444/flores

FLORES ISLAND

   
Flores adalah pulau besar yang indah sekaligus menakjubkan. Sedikit orang yang tahu bahwa nama asli pulau ini adalah Nusa Nipa (Pulau Ular). Terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Flores merupakan pulau yang panjang seluas 14.300 km² dan menyimpan rahasia terbaik dunia, menunggu siapapun untuk datang dan menjelajahinya.
Portugis yang mengawali penyebutan Flores, yaitu dari kata Cabo de Flores yang artinya Tanjung Bunga. Penamaan Flores telah ada selama empat abad yang lalu, bahkan berikutnya Pemerintah Hindia Belanda enggan mengubahnya dan bertahan hingga saat ini.

Bersama Alor dan Pantar, Flores merupakan rangkaian dari cincin gunung api di Nusantara dan secara geologis tidak stabil dimana hampir setiap tahun terjadi gempa. Oleh karena itu, Flores adalah salah satu wilayah di Indonesia yang rawan gempa dan hanya dapat ditandingi oleh Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Akan tetapi, di balik geografisnya yang menjadi bagian dari rangkaian gunung api, Flores menyembunyikan keindahannya di balik bayangan hingar bangarnya Bali yang mendunia.
Gunung api berderet terbentang di pulau sepanjang 450 km ini menciptakan bukit-bukit yang membentuk huruf V. Permukaan tanah membumbung berujung tajam memamerkan kemegahan bukit dan kaki gunung dimana di sanalah berdiam berbagai kelompok suku (ama). Warisan budaya dari zaman batu suku di Flores akan mencengangkan siapapun yang datang.
Saat ini banyak wisatawan hanya mengenal Labuan Bajo, lalu berujung pada kunjungan ke Pulau Komodo, Rinca dan Padar. Padahal, ketika Anda disodorkan keajaiban di Taman Nasional Komodo TAMAN NASIONAL DAN DANAU KELIMUTU maka telah menunggu di bagian timur-nya kemegahan dan keindahan Flores yang mengagumkan. Bukan tanah kering dan tandus melainkan bukit, gunung, dan lembah menghijau yang sangat luar biasa.

 

Flores menyuguhkan beragam atraksi yang takan pernah habis. Anda dapat berenang di lautannya yang membiru jernih atau di danau dan air terjun yang masih alami, menyelam di salah satu titik dari 50 tempat bawah air spektakuler, bermain kayak diantara pantai mangrove dan tebing terjal. Di daratnya, Anda dapat  menjelajahi gua misterius dan disambut hangat masyarakat setempat melalui upacara ritual. Budaya dan keramahannya sudah cukup membenamkan kesan mendalam dan kenangan untuk diceritakan sepulangnya nanti.
Nah, apabila itu belum cukup maka Anda dapat menerobos belantara pepohonan dan curamnya bukit untuk melihat langsung kehidupan masyarakat adat dari zaman batu. Ya, desa tradisional di Flores akan terus bertahan dari gerusan zaman yang dapat mencerabutkan nilai-nilai nenek moyang. Di sini dibina kearifan lokal dari rumah adat, cara menenun, meramu makanan, hingga sistem adat kekeluargaan yang amat di junjung tinggi. Itu semua diikat atas dasar kesamaan tempat tinggal atau kampung.
Pulau Flores dikelilingi pantai berpasir putih, bahkan adayang pasir pantainya berwarna pink. Di bawah lautnya Anda akan menemukan kehidupan bawah air paling eksotik di dunia. Menyelaminya akan membawa Anda bertemu mantaray besar, lumba-lumba dan ikan duyung. Untuk waktu tertentu paus dapat dilihat saat bermigrasi melalui pantai timur Flores.
Pulau Flores tidak tersentuh selama berabad-abad, dahulu dihuni manusia dan hewan prasejarah dimana yang kini meninggalkan jejak memfosil. Belakangan, Flores telah menjadi pusat perhatian dunia dengan ditemukannya hobbit flores atau Homo floresiensis, yaitu spesies manusia prasejarah yang ditemukan di Gua Liang Bua.
Di ujung timur Flores, Larantuka terkenal dengan ritual minggu Paskah meneruskan warisan budaya Portugis yang dibawa 500 tahun lalu. Sedangkan di Lembata, penghuni pulau memburu paus dengan menggunakan tangan berbekal tombak, melompat dari perahu kecil lalu menghujamkannya ke tubuh paus.

 
Sumber : http://www.indonesia.travel/id/destination/444/flores

Most Popular Categories