Kampung Bena
|
Kampung Bena |
Kampung Bena, adalah salah satu perkampungan Megalitikum.
Kampung ini terletak di Kabupaten Ngada, Flores, provinsi Nusa Tenggara
Timur. Kampung ini tepatnya terletak di desa Tiwuriwu, Kecamatan Jerebu,
kabupaten Ngada. Jarak kampung ini dari pusat kota Bajawa sekitar 19km.
Letak kampung ini berada di kaki gunung Inerie. Masyarakat di Kampung
Beda percaya bahwa gunung adalah tempat dewa. Dan mereka meyakini
keberadaan Yeta. Yeta adalah dewa yang bersinggasana di gunung tersebut
yang telah melindungi kampung mereka.
Bentuk kampung ini memanjang, dan memiliki kontur tanah yang miring.
Pintu masuk kampung berada di arah utara. Dan di arah selatan merupakan
puncak dan tebing yang terjal. Letak rumah - rumah pada kampung ini
berhadap - hadapan dalam dua barisan. Pada awalnya hanya ada satu suku
dikampung ini yaitu suku Bena. Perkawinan dengan suku lain akhirnya
melahirkan suku - suku baru yang membentuk keseluruhan penduduk kampung
Bena. Hal ini terjadi karena penduduk Kampung Bena menganut sistem
kekerabatan (matriarkat). Sekarang, ada kurang lebih 40 rumah yang telah
dihuni oleh 9 suku yaitu, :
|
Kampung Bena |
1. Suku Bena
2. Suku Dizi
3. Suku Dizi Azi
4. Suku Wahto
5. Suku Deru Lalulewa
6. Suku Deru Solamae
7. Suku Ngada
8. Suku Khopa
9. Suku Ago
Rumah di kampung ini mempunyai bentuk yang seragam. Dari dinding yang
terbuat dari kayu dan bambu, sampai ke atap yang tinggi yang terbuat
dari ijuk. Di tengah kampung terdapat beberapa bangunan yang mereka
sebut sebagai Bhaga dan Ngadhu. Bangunan Bhaga ialah bangunan yang
berbentuk mirip pondok kecil (tanpa penghuni). Sedangkan Ngadhu, adalah
bangunan bertiang tunggal dan beratap serat ijuk hingga bentuknya
menjadi seperti pondok peneduh. Tiang Ngadhu berasal dari kayu khusus
yang keras yang berfungsi sebagai tiang gantungan saat sedang mengadakan
pesta adat.
|
Ngadhu |
|
Batu Megalitikum |
Di tengah lapangan, terdapat juga sebuah lapangan terbuka yang terdapat
batu-batu Megalitikum yang merupakan makam para leluhur. Selain, kedua
bangunan tersebut, ada bangunan lainnya seperti, Sakalobo. Sakalobo
adalah rumah keluarga inti pria, yang telah ditandai dengan adanya
patung pria yang sedang memegang parang dan busur panah di atas rumah
itu. Dan, Sakapu'u, merupakan rumah keluarga inti perempuan. Pada bagian
depan beberapa rumah, dipajang tanduk kerbau dan rahang babi. Ini
menandakan bahwa keluarga yang menempati rumah yang telah dipajangi
dengan tanduk kerbau telah berbuat suatu kebaikan untuk orang miskin.
Sedangkan rahang babi menunjukan babi yang telah dipotong untuk
digunakan pada upacara Kasao. Kasao sendiri adalah upacara pembuatan
rumah yang digunakan oleh Kampung Bena.
|
Kaum Wanita Kampung Bena sedang menenun |
Penduduk kampung Bena termasuk ke dalam suku Bajawa. Saat ini,
mayoritas penduduk di kampung tersebut adalah agama penganut agama
Katolik. Pada umumnya mereka bermata pencaharian sebagai peladang/
petani. Bagi kaum wanita, masih ditambah dengan bertenun. Penduduk yang
bermata pencaharian sebagai petani selalu menggelar pesta adat Reba
dalam setiap tahunnya. Reba merupakan suatu pesta adat yang diadakan
pada bulan Desember atau Januari, untuk melakukan syukuran atas apa yang
telah diperoleh masyarakat kampung tersebut dalam satu tahun. Serta,
masyarakat juga memohon keberhasilan pada masa mendatang. Selain untuk
mewujudkan syukur kepada Tuhan, Reba juga sekaligus sebagai ritual untuk
menghormati nenek moyang. Pada saat prosesi Reba berlangsung, semua
anggota keluarga berkumpul dalam sebuah rumah adat dan harus memakai
pakaian adat Kampung Bena.
Kampung Bena, belum pernah tersentuh teknologi.
Arsitektur bangunan masih sangat sederhana. Kampung Bena diperkirakaan
telah ada sejak 1.200 tahun yang lalu, berdasarkan catatan yang ada pada
menurut catatan pemerintah Kabupaten Ngada. Mereka masih dengan teguh
untuk memegang adat istiadat yang telah diwariskan oleh nenek moyang.
Masyarakat di Kampung Bena tidak mengeksploitasi
lingkungannya yang berupa lahan pemukiman dibiarkan sesuai kontur asli
tanah di daerah itu yaitu tanah berbukit.
Kampung Bena berbentuk seperti perahu, yang menurut
kepercayaan zaman megalitikum perahu dianggap punya kaitan dengan wahana
bagi arwah untuk menuju ke tempat tinggalnya. Perahu ini mempunyai
nilai kerjasama, gotong royong, dan kerja keras yang telah para leluhur
contohkan saat mereka menaklukkan alam, dan mengarungi lautan untuk
sampai ke Bena.
Jika ingin mengunjungi Kampung Bena, pengunjung tidak
dikenakan biaya masuk. Para pengunjung hanya diminta untuk mengisi buku
tamu yang telah disediakan, dan memberikan donasi seiklasnya kepada
kampung tersebut, yang nantinya donasi yang telah terkumpul akan
digunakan untuk pemeliharaan kampung agar segala budaya dan adat
istiadat Kampung Bena dapat terjaga. Karena hal ini, pantaslah Kampung
Bena dicalonkan untuk menjadi Situs Warisan Dunia (UNESCO) pada tahun
1995.
sumber : http://maria-fallen.blogspot.com/2014/05/beberapa-objek-wisata-menarik-di.html